Rantai Ekosistem Jahat Timah Ilegal di Bangka Diduga Libatkan Pihak Aparat

27-06-2024 / KOMISI VI
Komisi VI DPR RI Luluk Nur Hamidah saat mengikuti kunjungan ke lokasi pertambangan milik PT. Timah di Bangka, Bangka Belitung, Rabu (26/6/2024). Foto : husen/Andri

PARLEMENTARIA, Bangka - Praktik pertambangan timah ilegal di Pulau Bangka, Bangka Belitung, ternyata sudah memiliki ekosistem kejahatan yang kuat. Pasalnya, praktik ilegal ini sudah berjalan lama, ada penyokong, dan ada pasarnya.

 

Anggota Panja Timah, Komisi VI DPR RI Luluk Nur Hamidah mengemukakan hal ini saat mengikuti kunjungan ke lokasi pertambangan milik PT. Timah di Bangka, Bangka Belitung, Rabu (26/6/2024). "Catatan pokok adalah bagaimana sebenarnya praktik pertambangan timah ilegal yang ada di Bangka ini, kok, bisa berjalan sekian lama. Artinya, ada proses pembiaran dengan melibatkan berbagai aktor yang saling terkait, membentuk ekosistem yang sangat kuat,” ujar Luluk kepada Parlementaria.

 

Dikatakan Luluk, Panja Timah Komisi VI ini, memang, ingin menyaksikan dari dekat bagaimana praktik ilegal berlangsung di lokasi pertambangan milik PT. Timah maupun di luar itu. Di Kampung Reklamasi Air Jangkang, Kabupaten Bangka, misalnya, para anggota Komisi VI DPR langsung menyaksikan para pekerja tambang ilegal yang sedang mendulang timah di lokasi yang sebenarnya milik PT. Timah. Di luar lokasi PT. Timah, juga banyak pertambangan ilegal beroperasi.

 

“Karena aparat penegak hukum sendiri (diduga) masuk ekosistem kejahatan pertambangan yang sudah berjalan sekian lama”

 

"Praktik ilegal itu tidak bisa berdiri sendiri kalau tidak ada backing, modal, bahkan tidak ada dukungan equipment (alat keja) yang tidak murah. Karena untuk satu produksi saja membutuhkan biaya Rp500-an juta. Kalau rakyat biasa jelas enggak mungkin. Pasti ada penyokong dan pemodalnya," ungkap Politisi Fraksi PKB ini.

 

Luluk melanjutkan, ekosistem pertambangan ilegal melibatkan semua pihak, dari pemodal, pengepul, aparat keamanan, sampai masyarakat kecil sebagai pekerjanya. Keuntungan dari hasil pertambangan ilegal itu sudah mengalir ke mana-mana, baik korporasi besar di dalam dan luar negeri, sampai penegak hukum.

 

"Kita membutuhkan betul sikap tegas pemerintah. Kita nanti akan lihat bagaimana mengurai agar ekosistem yang sudah berjalan lama, benar-benar bisa diputus. Kalau kita bicara penegakan hukum, ini juga masalah, karena aparat penegak hukum sendiri (diduga) masuk ekosistem kejahatan pertambangan yang sudah berjalan sekian lama," ulas Luluk. (mh/rdn)

BERITA TERKAIT
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...
Mufti Anam Minta Pemerintah Perkuat Koperasi Agar Rakyat Tak Terjerat Pinjol
18-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total outstanding (piutang) pembiayaan industri pinjaman online berupa peer-to-peer (P2P) lending mencapai...
Pilu Keluarga Bunuh Diri karena Pinjol, Mufti Anam: Pemerintah Tak Berdaya, Rakyat Semakin Menderita
18-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menilai pemerintah belum tegas menangani kasus pinjaman online (pinjol). Akibat...